Home

   557875_420230307991994_784542095_n  1465394_590515247663821_1376441961_n

“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasul itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah” (QS. Al Ahzab: 21)

Apakah anda melihat dan berpikir bagaimana yang telah terjadi dalam pergaulan atau sosial masyarakat sekarang ini? Sang pemimpin yang tidak lagi mau berbaur dan merespon keluhan bawahan atau bahkan malah memeras bawahannya, sang majikan yang berbuat semaunya kepada pembantunya, sang suami yang berperilaku kasar kepada isteri dan anak-anaknya, tetangga yang membiarkan tetangga lain sakit atau kelaparan, dan lain sebagainya. Banyak orang yang bertanya, “Mengapa semua itu bisa terjadi?.” Dan banyak pula jawaban yang bermunculan, tapi pada kanyataannya sama sekali tidak ada perubahan.

Saudaraku yang budiman, sungguh setiap orang merindukan hidup penuh kebahagiaan, kemuliaan, kehormatan, serta sukses dunia akhirat. Sayangnya, kenyataan seringkali tidak sesuai dengan harapan. Padahal hidup kita di dunia hanya sekali dan belum tentu lama. Oleh karena itu, kita harus segera menemukan kunci yang dapat membuka pintu karunia yang diidamkan tersebut. Kunci itu adalah pribadi Rasulullah, teladan terbaik dalam kehidupan.

Dari sini, jika kita bersungguh-sungguh mengenal dan meneladani setiap gerak laku Rasulullah, insya Allah kita akan mendapat keuntungan yang bisa segera dirasakan manfaatnya. Maka ada beberapa sikap Rasulullah yang harus diteladani oleh kita semua, khususnya dalam pergaulan sehari-hari.

Sikap terhadap orang yang berbeda

Di salah satu sudut kota Madinah, seorang pengemis Yahudi yang buta berdiam. Setiap kali ada orang yang mendekatinya, ia berkata, “Janganlah engkau mendekati Muhammad karena dia orang gila, pembohong, dan tukang sihir. Jika engkau mendekatinya, engkau akan dipengaruhinya.”

Apa yang Rasulullah lakukan terhadap pengemis buta itu?. Setiap pagi, beliau mendatanginya dan membawakan makanan. Tanpa berbicara sepatah kata pun, beliau menyuapi si pengemis dengan penuh kasih sayang. Kebiasaan tersebut beliau lakukan setiap pagi sampai wafat, dan setelah itu tidak ada lagi yang membawakan makanan kepadanya.

Sepeninggal Rasulullah, Abu Bakar bertanya kepada Siti Aisyah, “Wahai putriku, adakah satu sunnah kekasihku yang belum aku tunaikan?” Lalu Siti Aisyah menjawab sambil menangis, “Setiap pagi, Rasulullah selalu pergi ke ujung pasar dengan membawakan makanan untuk seorang pengemis Yahudi yang buta yang berada di sana.”

Keesokan harinya, Abu Bakar menemui si pengemis itu. Setelah bertemu muka, Abu Bakar mencoba menyuapinya dengan makanan yang dia bawa. Akan tetapi, pengemis itu malah berteriak, “Siapa kamu?”. “Aku ini orang biasa.” jawab Abu Bakar. “Bukan…! Engkau bukan orang yang biasa mendatangiku,” jawabnya. “Jika ia datang kepadaku, tidak susah tangan ini memegang dan tidak susah mulut ini mengunyah. Orang yang biasa mendatangiku itu selalu menyuapiku, tapi dia haluskan dulu makanan tersebut dengan mulutnya sendiri.” ungkapnya lebih lanjut. Kemudian Abu Bakar tidak kuasa menahan air matanya. Subhanallah.

Padahal ketika itu, Rasulullah telah menjadi kepala Negara. Beliau sangat dihormati, pengaruhnya sangat besar, orang-orang tunduk kepadanya, dan jumlah tentara yang dimilikinya mencapai ribuan orang. Kalau mau, sangat mudah bagi Rasulullah untuk sekedar menghukum atau menyingkirkan seorang pengemis tua yang juga buta itu. Namun, lewat interaksinya dengan pengemis Yahudi itu, Rasulullah mengajari kita bagaimana cara memaafkan kesalahan orang lain, bagaimana bersikap rendah hati (tawadhu’), bagaimana memberi tanpa pamrih. Sekarang coba anda renungkan dan ambil hikmahnya betapa mulainya sikap Rasulullah itu.

Berteman dan bergaul dengan orang baik

Sikap terhadap keluarga

Keluarga adalah kumpulan orang yang terdiri dari ayah, ibu dan anak. Allah juga telah mengganjurkan setiap manusia untuk berkeluarga (menikah). Saking agungnya pernikahan, Allah menilai dua-per-tiga keimanan adalah dengan nikah. Namun kenyataan sekarang, kenapa sering terjadi perceraian, kekerasan dalam rumah tangga, pembuangan anak, dan lain sebagainya?. Oleh karena itu, untuk memecahkan pertanyaan itu, jawabannya adalah teladanilah pemimpin keluarga yang terbaik, yaitu Rasulullah.

Memahami

Suatu ketika Rasulullah masuk ke rumah Fatimah dan mendapati putrinya itu sedang menggiling biji-biji gandum sambil menangis. Rasulullah bertanya, “Wahai buah hatiku, apa yang engkau tangiskan?.” Lalu Fatimah menjawab, “Wahai ayahanda, sesungguhnya anakmu ini terlalu penat karena harus menggiling gandum dan mengurusi segala keperluan rumah seorang diri. Wahai ayahanda, kiranya tidak keberatan, sudikah ayahanda meminta pada suamiku untuk menyediakan seorang pembantu untukku?.”

Rasulullah tersenyum seraya mendekati penggilingan itu. Kemudian beliau bersabda, “Wahai Fatimah, gunung Uhud pernah ditawarkan kepadaku untuk menjadi emas, namun ayahmu lebih memilih kenikmatan akhirat. Putriku, maukah engkau aku ajarkan sesuatu yang lebih baik daripada engkau minta?” “Tentu sekali, ya Rasulullah,” jawab Fatimah kegirangan. “Jibril telah mengajariku beberapa kalimat. Setiap kali selesai shalat, hendaklah engkau membaca ‘Subhanallah’ sepuluh kali, ‘Alhamdulillah’ sepuluh kali, dan ‘Allahu Akbar’ sepuluh kali. Kemudian, ketika hendak tidur, baca ‘Subhanallah’, ‘Alhamdulillah’, dan ‘Allahu Akbar’ ini masing-masing sebanyak tiga puluh tiga kali.

Dari kisah tersebut, terlihat bahwa Rasulullah adalah sosok suami sekaligus ayah ideal dalam keluarga. Sebagai seorang ayah beliau mampu memainkan dua peran penting, yaitu sebagai pembimbing dan sahabat terbaik. Sebagai pembimbing, beliau mampu mendidik dan mengarahkan anak-anaknya menjadi lebih baik. Beliau adalah tipe orang yang tidak pernah menyuruh orang lain sebelum beliau sendiri melakukannya.

Bagi setiap orang tua harus memahami bahwa orang tua yang baik tidak hanya menuntut anaknya mendengarkan apa yang dikatakannya, namun juga mampu mendengarkan apa yang dikatakan anaknya dengan penuh empatif. Yang terlibat bukan hanya telinga, namun juga hati, pikiran dan mata.

Sayang, Lembut, tapi Tegas

33475_140321622681934_1190917_n

Suatu hari saat Idul Fitri, Rasulullah melewati sekelompok anak yang tengah asyik bermain. Di tengah kegembiraan mereka, beliau melihat seorang anak mengasingkan diri dan terlihat menangis. Beliau segera menghampirinya dan bertanya, “Kenapa kamu menangis, Nak?” “Tinggalkan aku! Ayahku telah meninggal dalam perang bersama Rasulullah dan aku tidak mendapatkan seorang ayah yang dapat memberikan kegembiraan kepadaku pada hari raya.” jawabnya.

Mendengar perkataan itu, Rasulullah terharu. “Maukah engkau jika aku menjadi ayahmu, Fatimah menjadi saudara perempuanmu, dan Aisyah menjadi ibumu?” “Maafkan aku, ya Rasulullah,” jawab anak itu kaget, dia tidak menyangka bahwa laki-laki yang berdiri di depannya adalah Rasulullah. Kemudian beliau membawa anak itu ke rumah, memberinya makan, pakaian, dan uang. Lalu beliau berkata, “Pergilah bermain bersama teman-temanmu!”

Teman-teman anak itu bertanya, “Apa yang terjadi dengan dirimu, wahai kawan? Tadi engkau menangis, tapi sekarang kami melihatmu demikian ceria?” Ia menjawab, “Aku telah menemukan seorang ayah yang lebih baik daripada ayahku dan seorang ibu yang lebih mulia daripada ibuku sendiri.

Rasulullah adalah sosok yang sangat perhatian terhadap anak-anak. Ketika bertemu mereka, baliau tidak segan mengucapkan salam. Terkadang beliau pun meluangkan waktu untuk bermain dan bercanda. Sa’ad bin Abi Waqqash pernah melihat Rasulullah tengh asyik bermain dengan Hasan dan Husain, “Aku masuk ke rumah Rasulullah dan Hasan serta Husain sedang bermain di atas perut beliau. Aku bertanya, ‘Ya Rasulullah, apakah engkau mencintai mereka?’ Beliau menjawab, ‘Bagaimana aku tidak mencintai mereka padahal mereka adalah dua kuntum bunga raihanah bagiku’.”

Dari kisah tersebut, terlihat bahwa sesungguhnya ungkapan kasih sayang memiliki pengaruh fundamental bagi pembentukan karakter anak-anak. Anak yang dididik dengan penuh kasih sayang, berpeluang besar menjadi manusia penyayang dan sukses dalam kariernya. Berbeda dengan anak yang dididik dengan kebencian dan kekerasan, mereka tumbuh menjadi pemurung, tidak percaya diri, berperasaan dingin, hatinya dipenuhi aneka kebencian dan hidupnya akan penuh dengan kegagalan.

Di samping sayang dan lembut, Rasulullah pun sangat tegas dalam mendidik. Ketegasan itu terlihat tatkala muncul permintaan untuk mengampuni seorang wanita bangsawan yang melakukan pencurian, “Andai Fatimah mencuri, aku sendiri yang akan memotong tangannya!” demikian sabda beliau. Ketegasan diperlukan untuk menanamkan nilai dan prinsip-prinsip hidup ke dalam diri anak, namun ketegasan tidak harus diekspresikan dengan kekerasan.

Beliau mencontohkan bahwa ketegasan bisa diekspresikan dengan lembut. Ada kisah menarik, “Suatu ketika, salah seorang cucunya memakan buah kurma sedekah, padahal Allah mengharamkan keluarga Rasulullah memakan sedekah. Seketika itu juga, beliau mengeluarkan kurma yang sudah dikunyah cucunya dengan jari sebersih-bersihnya.” Walau hanya sebiji kurma, tapi bukan haknya, Rasulullah akan tegas melarangnya. Sekarang coba anda renungkan dan ambil hikmahnya betapa agungnya sikap Rasulullah itu.

Sikap terhadap Tetangga

Ada ciri khas yang dimiliki Rasulullah terkait dengan sikap terhadap tetangga ini, yaitu beliau tidak pernah menolak orang yang meminta kepadanya. Suatu hari, ketika Rasulullah sedang duduk, datang seorang anak dan berkata, “Ibuku menginginkan baju untuk dipakai.” Beliau menjawab, “Beberapa saat lagi ada baju, kembalilah kemari. Si anak menemui ibunya dan menceritakan apa yang dikatakan Rasulullah. Kemudian ibunya berkata, “Kembalilah kepadanya dan katakan, ‘Ibuku menginginkan baju yang sedang kamu pakai’!”

Anak itu segera kembali kepada beliau dan mengatakan apa yang dikatakan ibunya. Rasulullah pun tersenyum dan masuk ke rumah serta melepas bajunya untuk diberikan kepada anak itu. Beliau sendiri duduk tak berbaju. Bilal, sang muadzin tiba dan kaum muslim menunggu, tapi Rasulullah tidak bisa segera pergi untuk menunaikan shalat berjamaah.

Selain itu, Rasulullah juga mempunyai sikap humoris terhadap tetangganya. Suatu ketika, seorang nenek lanjut usia datang kepada beliau. Dengan perasaan sedih dan cemas ia berkata, “Wahai Rasulullah, apakah saya dapat masuk surga?” Rasul menggerutkan kening, lalu dengan suara berat seraya menghela nafas beliau menjawab, “Maaf Nek, di surga tidak ada orang tua.”

Maka nenek itu pun menangis tersedu-sedu menyesali nasibnya sebagai orang tua. Tetapi Rasulullah cepat menyambung ucapannya, “Nek, maksud saya bukan Nenek tidak akan masuk surga.” “Jadi?” tanya si nenek. “Nenek bakal masuk surga, tetapi di sana Nenek akan menjadi muda lagi,” ucap Rasulullah menenangkan si nenek. Nenek itu pun tertawa gembira membayangkan nasibnya yang akan jadi perawan kembali di surga.

Begitulah cara Rasulullah bercanda. Sekadar menyegarkan suasana, namun tetap menjaga selorohnya agar dapat membahagiakan orang lain, bukan menyakitkan atau menyinggungnya.

1458563_246003268889508_988958351_n

Itulah Rasulullah pemimpin dan teladan kita. Menurut Aisyah, beliau adalah orang yang pertama kali merasakan lapar pada saat umatnya kelaparan. Namun, beliau menjadi orang terakhir yang merasakan kenyang ketika umatnya berada dalam kemakmuran. Aisyah berkata, “Rasulullah tidak pernah kenyang sepanjang tiga hari berturut-turut. Seandainya kami mau pasti kami kenyang, akan tetapi beliau selalu mengutamakan orang lain daripada dirinya sendiri.”

1536617_10200612338911167_1991084789_n

Sekarang coba anda renungkan dan ambil hikmahnya betapa indahnya sikap Rasulullah itu. Dan apakah anda sebagai pemimpin (bagi rakyat anda, bawahan anda, isteri dan anak-anak anda, serta diri anda sendiri) sudah memahami dan melaksanakan apa yang diajarkan oleh Rasulullah? Mungkin dalam hati anda berkata, “Iya, itu kan manusia pilihan Allah, utusan Allah (Rasulullah), sedangkan saya kan hanya manusia biasa.” Bukankah Rasulullah itu diutus untuk memperbaiki akhlak? Jika, seorang guru akhlaknya rusak, bagaimana dengan muridnya?. Mudah-mudahan kita selalu berpikir dan dapat mengambil pelajaran. Subhanallah, Maha Suci Allah yang telah mengutus Nabi Muhammad untuk umat manusia.

Leave a comment